MALAM TERAKHIR DI KOTA BANJARMASIN, PUISI DAN LONTONG ORARI
KUNJUNGAN ke Kota Banjarmasin sebenarnya adalah kunjungan untuk puisi. Peserta digerakkan sepenuhnya oleh puisi. Hari Puisi Indonesia Internasional (HPI) Banjarmasin 2018. Tema pertemuan itu sendiri ialah Puisi sebagai alat pemersatu dan toleransi. Itu sebabnya pada malam kemuncak dan malam terakhir di kota yang dijuluki dengan Kota Seribu Sungai itu, peserta diberikan ruang untuk membacakan puisi masing-masing.
Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina sendiri hadir ke Menara Pandang yang terletak di lingkungan Taman Siring Sungai Martapura, di Jalan Pierre Tandean. Gubernur Kalimantan Selatan H Sahbirin Noor yang tidak dapat hadir menghantar wakilnya untuk malam kemuncak HPI itu. Seramai 138 peserta dari seluruh Indonesia hadir dalam majlis itu. Lebih 20 penyair luar negara hadir dalam program itu iaitu Datuk Dr Mohd Nashuha Jamidin (Malaysia), Ony Latifah Osman (Malaysia), Abd.Naddin Haji Shaiddin (Malaysia), Rohani Din (Singapura),Que Thi Nguyen (Vietnam), Anissa Taouil Hassouna (Maghribi), Chantal Tropea (Itali) Dr Jefri Arif, Mohammad Shahrin Haji Metussin, Awangku Noor Sham Pengiran Hidop (Negara Brunei Darussalam).
Kehadiran Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, penyair KH D Zawawi Imron dari Sumenep. Kartini Ayu (Lumajang), Pilo Poly (Aceh), Ade Novi (Jawa Barat), Rini Intama (Banten) P Nuraeni (Jakarta) Andaru Ratnasari (Surabaya) Tara Noesantara (Surabaya), Zham Sastra (Banten), Siamir Marulafau (Medan) dan Olivia Zalianty, artis serba boleh, atlit Wushu Arsyad Indradi, Iberamsyah Barbary, Amandit,Yuliana Nasri, Andi Jamaluddin menjadikan program HPI adalah sebuah program yang besar dan mampu mengangkat kedudukan Banjarmasin sebagai salah sebuah kota puisi terpenting di Indonesia.
Banjarmasin sering menjadi tuan rumah Dialog Budaya, Seminar Sastera Internasional, Festival Sasirangan, Karnival malam Banjarmasin, Festival Jukung Hias, Festival Sungai, Festival Kuliner, Festival Kemilau Banjarmasin Bungas dan sebagainya.Penganjuran festival festival ini menjadikan Banjarmasin sebuah kota budaya yang perlu dikunjungi.
Perhatian yang diberikan oleh kerajaan khususnya wali kota dalam pembangunan budaya di Kota Banjarmasin layak diberikan pujian.
Selepas orasi budaya oleh Datuk Dr Mohd Nashuha Jamidin dan majlis perasmian yang dirasmikan oleh wakil gubernur, majlis diteruskan dengan pembacaan puisi. Tema pembacaan puisi pada malam itu adalah berkaitan dengan sungai.
Pembacaan puisi oleh penyair-penyair hebat dari seluruh nusantara, terutamanya oleh Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, KH Zawawi Imron, tokoh agama yang juga seorang seniman dan budayawan, pak Iberamyah Barbary, Arshad Indradi, artis yang sangat cintakan puisi, Olivia Zalianty , Tara Nusantara, Kartini Ayu, Pon Noer, Pilo Poly dan lain-lain menjadikan program malam itu sangat menarik.
Penyair dari Sabah, Malaysia, Ony Latifah tampil ke pentas dengan puisi dari etnik Kimaragang. Komitmen Ony dalam memperkenalkan seni dan budaya Kimaragang, sebuah etnik KDM di utara Sabah patut diberikan pujian.
Malam itu sangat istimewa kerana penyair penyair dari luar negara juga memperdengarkan bacaan puisi mereka. Anissa Toauil Hassouna dari Magribi, Que Thi Nguyen dari Vietnam dan Chantal Tropea dari Itali, Dr Jeffri Arif dari Negara Brunei Darussalam. Wartawan Utusan Borneo, Abd Naddin Shaiddin juga diberikan penghargaan untuk tampil membacakan puisi Sungaiku Menyala, puisi spontan mengenai sungai, yang kini makin terancam kerana wujudnya pembangunan.
Suasana pada malam itu memang sangat mengujakan. Penyair penyair masing-masing membacakan karya mereka yang tidak kurang hebatnya. Semuanya berkaitan mengenai Sungai, kehidupan, alam, dan sebagainya. Pihak penganjur memberikan ruang yang secukupnya kepada semua agar dapat tampil membacakan puisi. Kami menunggu hingga majlis selesai. Pak Walikota H Ibnu Sina dan isterinya, juga menunggu hingga pembaca pembaca puisi selesai membacakan karya mereka.
Malam itu adalah malam terakhir kami berada di Banjarmasin, kota yang juga dijuluki dengan kota seribu masjid kerana banyaknya masjid di kota itu. Kerana tujuan kunjungan adalah puisi, maka tidaklah banyak yang dapat dikunjungi sepanjang berada di Kota Banjarmasin. Walau bagaimanapun, selain majlis malam ramah tamah di Rumah Anno, Seminar Puisi di Universitas Lambung Mangkurat dan Malam Puisi di Menara Pandang, saya sempat berkunjung ke beberapa tempat menarik. Antaranya pasar terapung Lok baintan, makan soto banjar, nasi kuning di warung bang Rahmat, pada malam akhir,sekalipun jam sudah 1.00 pagi, Pak Zulfaisal Putra sempat lagi membawa kami untuk menikmati Lontong Orari.
Lontong Orari, adalah makanan khas Banjarmasin. Letaknya di Sungai Mesa, Seberang masjid, Banjarmasin Tengah. Saya teringat Mas Eko dan Bu Indri, yang mengingatkan saya agar jangan lupa mencicipi Soto Banjar di RM Soto Banjar bang Amat, Nasi Kuning Bang Rahmat dan jangan lupa Lontong Orari.
Malam itu, selepas kami membaca puisi, Pak Zulfaisal masih sanggup membawa kami ke RM Lontong Orari untuk menikmati makanan khas banjarmasin. Komitmen beliau terhadap persaudaraan, persahabatan dan toleransi melalui puisi amatlah tinggi. Beliau juga mahukan kami menikmati segala sesuatu yang istimewa di Banjarmasin, dan salah satunya ialah Lontong Orari.