Sabtu, 22 Julai 2017

DRS CAHYONO RUSTAM, KETIKA KECIL MAHU JADI GURU AGAMA TETAPI KINI JADI DIPLOMAT

Tags



DRS CAHYONO RUSTAM, KETIKA KECIL MAHU JADI GURU AGAMA TETAPI KINI JADI DIPLOMAT


Orang Sabah pada umumnya sangat bersahabat dan ramah. Penduduk Sabah yang  majmuk,beraneka ragam suku, tetapi mereka sangat toleransi dan hidup dalam harmoni,” kata Drs Cahyono Rustam, Konsul Sosial Budaya KJRI Indonesia Kota Kinabalu mengenai tanggapannya terhadap oran Sabah. Beliau yang pernah bertugas di Jepun, Jerman dan Arab Saudi sebelum ditugaskan di Kota Kinabalu adalah seorang diplomat yang tenang dan sederhana. Walaupun ketika kecilnya, beliau bercita-cita jadi guru agama dan tidak terlintas di fikirannya menjadi diplomat, tetapi perjalanan hidupnya menentukan lain. Beliau pernah mengurus ratusan ribu jemaah haji ketika bertugas di Jeddah, beliau pernah hidup di Hamburg, dikalangan masyarakat berbudaya Jerman.Namun antara pengalamannya yang tak dapat dilupakan ialah bermain golf dalam salji ketika berada di Tokyo. Sepanjang kariernya, beliau pernah bertugas di Eropah, Asia Timur, Timur Tengah dan kini Sabah, Malaysia, jiran serumpun sesama negara Asean.

Drs.Cahyono Rustam,MM dilahirkan pada 10 Ogos 1963, di kota Malang, Jawa Timur. Anak kedua dari empat bersaudara ini mendapat pendidikan awal hingga peringkat universiti di Kota Malang, kota kelahirannya yang juga dikenali sebagai Kota Pendidikan. Selepas menyelesaikan pendidikan di peringkat sarjana muda (S1) di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 1987, beliau bekerja sebagai tenaga pengajar tidak tetap di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dua tahun kemudian iaitu pada 1989 beliau bertugas sebagai Penolong Pengurus Bahagian Pembangunan Sumber Manusia, sebuah perusahaan nasional di Surabaya.

Beliau mula berkhidmat di Kementerian Luar (Kemlu) pada Mac 1991. Beliau mengikuti latihan sebagai diplomat selama satu tahun sebelum mendapat biasiswa Pemerintah Indonesia (Bappenas) untuk melanjutkan ijazah Sarjana (S2) bidang Pengurusan Antarabangsa hingga lulus 1995,Beliau mendapat tugasan pertama di luar negeri sebagai diplomat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (RI) di Tokyo Jepun pada 1996 hingga 1999.Kemudian beliau ditugaskan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Hamburg, Jerman pada 2001 hingga 2005.Seleapas itu, beliau ditugaskan di Konsulat Jenderal RI di Jeddah Arab Saudi dari tahun 2008 hingga 2013. Ketika disana, Drs Cahyono pernah menjadi kepala sekolah  Sekolah Indonesia Jeddah dari Jun hingga November 2012. Kini beliau bertugas di Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu bermula 2016 hingga sekarang.Beliau mendirikan rumah tangga dengan Bu Endang dan dikurniakan dua cahayamata Hatmadhita Angga, lahir di Surabaya 1993, lulus UGM Yogyakarta 2017 dan Andika Rahadian, lahor di Tokyo 1997, masih duduk Semester 5, Universitas Brawijaya Malang.

Wartawan UTUSAN BORNEO, ABD.NADDIN HAJI SHAIDDIN berpeluang menemuramah Drs Cahyono Rustam,MM di ruang pejabatnya di KJRI Kota Kinabalu. Ikuti petikan temuramah bersama Konsul Fungsi Sosial Budaya KJRI Kota Kinabalu yang baik hati ini.

UTUSAN BORNEO: Terima kasih kerana sudi menerima pelawaan kami untuk sesi temuramah Sembang Sabtu Utusan Borneo. Boleh jelaskan sedikit latar belakang Pak Cahyono?

DRS CAHYONO:Saya anak kedua dari 4 bersaudara. Lahir di ‘kota kecil” Malang, Jawa Timur, 10 Agustus 1963.Saya menuntaskan pendidikan dasar hingga universitas di Kota Malang. Kota Malang dikenal sebagai “kota pendidikan”. Selain udaranya yang sejuk, Malang memiliki puluhan universitas/perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Banyak pendatang dari luar daerah yang belajar di kota Malang.

UB: Selepas tamat universiti, Pak Cahyono kerja dimana?
DRS CAHYONO: Usai menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) di Universitas Brawijaya Malang tahun 1987, saya bekerja, atau lebih tepatnya “belajar mengajar” sebagai tenaga pengajar tidak tetap pada Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)-mengajar 2 mata pelajaran.

UB: Kemudian bapak kerja di mana?
DRS CAHYONO:. Selanjutnya pada tahun 1989, saya juga bekerja pada sebuah perusahaan nasional di Surabaya sebagai wakil manager  (penolong pengurus)“human resources development ”. Terdorong oleh motivasi ingin terus belajar dan membaca, setiap hari Sabtu, saya sempatkan pulang ke Malang untuk tetap mengajar di UMM (satu mata pelajaran saja). Jarak Malang-Surabaya sekitar 80 km.

UB: Bila Pak Cahyono mula  berkhidmat di Kementerian Luar (KEMLU)?

 DRS CAHYONO: Saya masuk Kemlu pada bulan Maret 1991. Selama sekitar 1 tahun lebih harus mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai “diplomat” (atau pejabat dinas luar negeri). Usai mengikuti ‘training” di Kemlu, saya mendapatkan biasiswa dari Pemerintah Indonesia (Bappenas), untuk melanjutkan studi S2 (Graduate) bidang studi “international management” dan lulus pada tahun 1995.

UB: Dimana Pak Cahyono mula ditugaskan sebagai diplomat?
DRS CAHYONO: Penugasan pertama saya sebagai diplomat adalah di Kedutaan Besar RI di Tokyo, Jepang, tahun 1996 - sampai pertengahan tahun 1999.Penugasan kedua, tahun 2001-2005, di Konsulat Jenderal RI, Hamburg, Jerman,Penugasan ketiga, tahun 2008 – 2013 di Konsulat Jenderal RI, Jeddah, Saudi Arabia, dan penugasan keempat, 2016- sekarang, di Konsulat Jenderal RI, Kota Kinabalu.

UB: Mungkin ada pengalaman menarik sewaktu bertugas di Arab Saudi?
DRS: CAHYONO:Saya merasa beruntung dan bersyukur, selama 4 tahun 3 bulan bertugas di Jeddah, Arab Saudi,  mempunyai kesempatan terlibat secara langsung dalam  pelayanan terhadap jemaah haji Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Diantara negara-negara Islam, Indonesia merupakan negara pengirim jemaah haji terbesar, iaitu sebanyak 210.000 orang/jemaah.

UB: Tentu banyak pengalaman ketika bertugas di KJRI Jeddah?
DRS CAHYONO: Jeddah merupakan “pintu gerbang” dua kota suci umat Islam, iaitu Makkah dan Madinah. Tak syak lagi, KJRI Jeddah banyak sekali memfasilitasi kunjungan orang-orang penting (VVIP) Pemerintah RI, baik level Menteri bahkan Presiden.
Selain itu, Jeddah,  bekas ibu kota Arab Saudi ini,  juga menjadi kantor pusat (headquarter) atau HQ sejumlah lembaga/organisasi internasional, diantaranya OKI (Organisasi Kerjasama Islam), IDB (Islamic Development Bank), dan IINA (International Islamic News Agency). Kerana itu, saya sering mendapat mewakili/menjadi anggota delegasi pada sidang-sidang yang diselenggarakan oleh organisasi internasional itu.

UB: Apa agaknya pengalaman istimewa atau luar biasa ketika bertugas di Arab Saudi?   
DRS CAHYONO: Antara pengalaman istimewa sewaktu bertugas di Arab Saudi ialah dapat melaksanakan sembahyang di sisi makam Rasulullah dan berdoa di “raudah” di kawasan  masjid Nabawi di Madinah, merupakan kesempatan langka atau jarang berlaku  apalagi di kawal polisi. Ketika Presiden SBY mengadakan kunjungan ke Madinah (tahun 2013), sesuai agenda dijadwalkan sembahyang di samping makam Rasulullah untuk solat subuh. Tempat sudah disiapkan secara khusus dengan penjagaan polisi setempat yang sangat ketat. Sebagai pantia kunjungan, saya dan staf tiba lebih awal di tempat. Sampai waktu solat, ternyata rombongan Presiden tidak kunjung tiba. Usut punya usut, ternyata Presiden dan rombongan menunaikan solat di hotel. Maka, jadilah hanya kami berdua yang solat di sisi makam Rasulullah secara leluasa, dengan dikawal dan dijaga oleh puluhan polisi setempat. Usai solat, banyak jemaah lain di luar yang pensaran. “Ada apa Pak, koq Bapak banyak dikawal polisi ?”. Pengalaman luar biasa, tak terlupakan  !!  .

UB: Menarik sekali. Sesuatu yang jarang berlaku.Bukan mudah dapat peluang solat di sisi makam Rasulullah. Ada pengalaman lain yang boleh dikongsikan?
DRS CAHYONO:      Penglaaman kecil lainnya ,yang mungkin tidak ada di tempat lain ialah ketika bertugas di Jeddah, “anytime we can go to Makkah for umrah”, sementara yang lain harus dengan susah payah dan dengan biaya yang cukup mahal untuk boleh menunaikan  umrah ke Makkah.

Selain itu, di Arab Saudi, sering kali usai kerja saya harus belanja ke pasar atau supermarket, beli air, gas dan keperluan rumah tangga yang lain. Maklum, di sana, tidak memungkinkan wanita boleh pergi sendiri . Ada guardianship system- harus ada pendamping atau mahram.

Air sesuatu yang mahal di Arab Saudi. Apartemen tempat saya tinggal, pernah air “mati” selama 3 hari. Alhasil, saya harus beli air gallon untuk sekedar sikat gigi dan mandi “sibi” dibasahi pakai handuk kecil saja !

Di sana juga , setiap menjelang waktu solat (azan) semua toko dan restoran harus ditutup. Nah, pernah sehabis mengikuti sidang Organisasi Kerjasama Islanm (OKI) di Jeddah bersama delegasi dari Indonesia, kerana belum makan siang, buru-buru kami ke restoran, tetapi sampai di depan restoran  tiba azan Asar. Jadilah kami tidak bisa makan.

Selain itu,tidak ada wanita bekerja sebagai penjaga toko di shopping mall, semuanya laki-laki. Waktu itu, sekarang tak tahu lagi lah, termasuk yang jualan baju wanita (termasuk underwear). Nah…saya terpaksa sering hantar istri belanja underwear.  Memang agak canggunglah !

UB: Bagaimana pula pengalaman pahit manis ketika bertugas di Jepun.Boleh cerita sedikit?
DRS CAHYONO: Negeri Matahari Terbit, Jepun, merupakan contoh menarik, kombinasi harmonis antara modern dan tradisi. Jepun adalah negara maju (developed) dengan teknologi yang advance, tetapi budaya dan tradisinya masih sangat kuat dalam kehidupan masyarakatnya.  
Saya melihat, masyarakat Jepun mempunyai etos kerja dan kedisiplinan yang tinggi, yang mungkin bisa dicontoh untuk kemajuan bangsa. Soal ketepatan waktu atau punctuality, saya rasa Jepun nombor satu !         

Ada satu yang agak menarik juga.Banyak orang/komuniti Jepun yang pandai bermain gamelan dan menari Jawa, Sunda atau Bali. Saya merasa bangga dan sebenarnya malu, kerana mereka lebih tahu budaya Jawa dari pada saya yang orang Jawa ini. Bahkan pada suatu event diplomatic function, kami pernah terpaksa harus belajar dan meminta bantuan mereka untuk pertunjukan budaya Indonesia.

UB: Apa istimewanya Tokyo?
DRS CAHYONO: Menurut sebuah survey, Tokyo adalah kota dengan jumlah restoran paling banyak di dunia. Soal makanan, Tokyo adalah surganya. Hanya ada dua jenis makanan di sana: enak dan enak sekali. Saya teringat ketika pertama kali ditugaskan di Tokyo. Pada hari pertama saya `dikerjain’.saya diajak ke restaurant khusus “shasimi”, yang hanya menyediakan makanan ikan mentah. Saya tidak bisa makan, tapi mereka bilang wajib makan sebagai syarat “diterima” sebagai warga baru di Tokyo. Terpaksa makan, tetapi muntah. Dan sampai sekarang sekarang belum bisa makan shasimi !!!

Satu lagi pengalaman yang tidak dapat dilupakan ialah  main golf pada musim salju di Fujiyama. Luar biasa, bola harus dikasih warna (merah atau kuning), tetapi begitu dipukul tak nampak pula, hilang ditelan salju.
Kalau ditanya, apa pengalaman pahit, tidak ada yang pahit sebenarnya, tetapi bagaimana jika anda pergi ke luar kota tiba-tiba turun salju lebat. Semua jadi putih, seperti kota mati. Anda tersesat, tidak ada satu orang pun yang bisa ditanya. Sementara petunjuk atau rambu/sign lalu hanya tertulis dalam huruf kanji. Tidak bisa baca dan tentu tidak mengerti maksudnya kemana ? Hampir 5000 karakter bah, tidak bisa baca. Waktu itu belum ada teknologi GPS  seperti sekarang.

UB: Pengalaman di Hamburg Jerman, pak Cahyono belum cerita lagi. Apa pengalaman bertugas di Hamburg?
DRS CAHYONO: Selain usaha memajukan hubungan ekonomi dan perdagangan, di Hamburg kami banyak melakukan kegiatan promosi budaya dan pariwisata. KJRI Hamburg kelompok pemain gamelan Jawa dan Bali. Diantara pemainnya adalah warga Jerman. Hampir setiap bulan, kelompok kesenian KJRI Hamburg diundang atau roadshow untuk menampilkan persembahan dalam berbagai event.
Di negara semaju Jerman, ternyata masih terpelihara budaya saling hantar makanan dari tetangga kalau ada tamu.

Suatu saat kami mengunjungi tokoh masyarakat setempat di sebuah kota kecil di pinggir utara Jerman, Nordsee. Penduduknya tidak banyak, saya rasa tidak sampai seribu orang. Usai mengunjungi satu rumah, Usai mengunjungi satu rumah, kami diajak atau “dipaksa” untuk mampir ke rumah yang lain. Nampaknya mereka suka menerima tamu. Nah, yang istimewa, para tetangga terdekat menghantar kuih atau makanan yang mereka punya untuk disuguhkan kepada kami. Nampaknya, di Jerman pun ada juga budaya berbagi makanan untuk tetangganya yang kedatangan tamu, seperti yang biasa terjadi di beberapa kampung di Jawa tempo dulu.     

UB:  Selepas pengalaman bertugas di Eropah, di Asia Timur, di Timur Tengah, apa perasaan pak Cahyono ketika ditempatkan di Sabah?
 DRS CAHYONO: Meskipun dekat dengan Indonesia bahkan bersempadan langsung dengan Kalimantan), sebelumnya saya memang belum pernah datang berkunjung ke Sabah. Jadi belum tahu banyak mengenai Sabah. Namun saya merasa senang ditugaskan di Negeri Sabah yang berdekatan dengan Indonesia, terutama kerana anak-anak saya masih bersekolah di Indonesia.
Saya tidak menyangka dan diluar dugaan,  ternyata jumlah WNI di Sabah sangat banyak, terutama anak-anak usia sekolah. Tetapi, saya pun merasa gembira kerana perhatian Pemerintah RI (Kemendikbud) terhadap pendidikan anak-anak TKI itu sangat baik -antara lain dengan pengiriman guru-guu  sukarelawan dan bantuan dana operasi.   

UB: Apa keistimewaan Sabah mengikut Pak Cahyono?
DRS CAHYONO: Yang paling istimewa adalah Sabahan, Orang Sabah. Sabahan, pada umumnya sangat bersahabat dan ramah. Penduduk Sabah yang  majmuk,beraneka ragam suku, tetapi mereka sangat toleransi dan hidup dalam harmoni.
Satu lagi yang istimewa lagi ,khususnya Kota Kinabalu, selain pemandangan pantai dengan warna senjanya yang indah,  “seafood”nya juga sangat okay !! Sedap bah !  

UB: Apa yang pak Cahyonp rindukan di Jakarta tetapi tidak ada di Sabah?
DRS CAHYONO: Saya merasa nyaman dan selesa bertugas di Sabah, feel at home. Sabah seperti layaknya “my second home”.  Rasanya, hampir tidak ada “homesick”.  

UB: Apa makanaan yang paling diminati? 
DRS CAHYONO: Saya suka Japanese Food (kecuali shasimi) dan Seafood.

UB: Apa cita-cita sewaktu kecil?
DRS CAHYONO:Cita-cita saya waktu kecil sangat sederhana, ingin menjadi guru Sekolah Dasar atau disini disebut sekolah rendah. Saya melihat, guru merupakan peribadi  yang mulia dan dihormati di kampung. Kerana itu, selepas lulus SD, saya kemudian masuk ke PGA (Pendidikan Guru Agama),  yang lulusannya, biasanya menjadi Guru Agama di SD.

UB: Wah.Rupanya Pak Cahyono nyaris jadi guru?
DRS CAHYONO: Belum genap 1 tahun di PGA, saya pindah sekolah ke Madrasah Tsanawiyah, dengan harapan nantinya bisa masuk IAIN (sekarang Universitas Islam Negeri).Perjalanan hidup nampaknya menentukan lain, selepas lulus Madrasah Tsanawiyah, saya melanjutkan ke “sekolah menengah umum” (bukan sekolah agama), yang membawa saya masuk ke Universitas Brawijaya (UB) di Malang.

UB: Pernah bercita-cita jadi diplomat?
DRS CAHYONO:Sejujurnya saya tidak pernah bermimpi menjadi seorang diplomat. Selain ingin menjadi guru SD, setelah masuk UB cita-cita tertinggi saya adalah menjadi seorang akauntan.
UB: Oh ya.Mungkin ada pesanan atau nasihat orang tua yang masih bapak ingat?
DRS CAHYONO:Pesan orang tua yang masih diingat“Bekerja dan mengabdi dengan jujur dan sebaik mungkin, sampai pada saatnya mencapai pensiun (bersara)  secara khusnul khotimah”.   

UB: Sebagai seorang yang pernah bertugas di beberapa buah negara, mungkin ada pengalaman pahit manis dalam kehidupan.
DRS CAHYONO: Setiap detik nafas kehidupan adalah anugerah dari Tuhan yang patut disyukuri. Kerana itu, sudah sepatutnya pula hidup ini selalu dirasa dan dijalani dengan manis. Kalaupun, masih ada mimpi dan cita-cita yang belum tercapai,  boleh jadi hal itu merupakan bentuk dari kasih sayang Tuhan kepada kita.  

UB: Mungkin ada yang Pak Cahyono boleh katakan mengenai penugasan ke luar negeri?
DRS CAHYONO: Penugasan di luar negeri selalu mempunyai sisi menarik,bertemu dengan orang-orang baru dari berbagai bangsa, dengan budaya dan kebiasaan yang berbeza-beza. Di setiap bangsa atau masyarakat, saya melihat selalu ada kearifan lokal yang sangat baik atau “local wisdom” yang menarik dan memperkaya pengalaman saya. Jadi, selain memperkenalkan dan mempromosikan Indonesia, saya banyak menyerap “local wisdom” untuk nantinya di bawa pulang ke Indonesia sebagai “oleh-oleh” yang sangat berharga.

UB: Boleh beritahu sedikit tugasan di KJRI KK?
DRS CAHYONO:Untuk KJRI di Kota Kinabalu, penekanan tugas memang lebih banyak pada masalah pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI), mengingat banyaknya komuniti dan buruh imigran WNI yang bekerja di wilayah Sabah.